ntrQswiZ9Xz2ZXNIzUYXO9upCeKOpIdP9N5EoMzW
Bookmark

Review Film - Munkar

Nikayu.com- Film horor terbaru berjudul "Munkar," yang dibintangi oleh Adhisty Zara, resmi tayang di seluruh bioskop Indonesia sejak Rabu, 7 Februari 2024. Anggy Umbara, sutradara yang sebelumnya menggarap film-film seperti "Siksa Neraka" dan "Khanzab," kali ini kembali dengan membawa cerita yang ditulis oleh Evelyn Afnilia, penulis skenario dari film terkenal seperti "Pamali" dan "Teman Tidur." Produksi film ini dilakukan oleh MD Pictures dan Pichouse Films.

 

Pemeran dan Karakter

Dalam "Munkar," Adhisty Zara berperan sebagai Ranum, sementara Safira Ratu Sofya memerankan Herlina, seorang santri yang dirundung dan kemudian menjadi setan. Selain itu, Saskia Chadwick memainkan Robiatul, Kaneishia Yusuf sebagai Siti, Khadijah Aruma sebagai Dilla, dan Elma Theana sebagai Ummi Yayu. Tio Pakusadewo mengambil peran sebagai Darroes, menambah elemen misterius dalam cerita, sedangkan Ayu Hastari berperan sebagai Ummi Indri. Miqdad Addausy tampil sebagai Ustaz Ghani, dan Husein Al Athas memerankan Jaffar.

 

Sinopsis

Cerita berpusat pada Herlina, seorang anak rumahan yang dikirim ke pesantren untuk memperdalam ilmu agama. Meski berusaha menyesuaikan diri sebagai santri baru, Herlina kerap kali melakukan kesalahan kecil yang membuatnya menjadi target perundungan oleh santri lainnya. Kondisi semakin memburuk hingga Herlina mengalami kecelakaan fatal dan meninggal dunia. Namun, kejadian aneh mulai terjadi di pesantren ketika Herlina kembali sebagai sosok hantu yang membawa aura misterius.

 

Analisis dan Kritik

"Munkar" mencoba memperkenalkan karakter Herlina sebagai sosok misterius dan menakutkan. Sayangnya, cara penggambaran hantu yang sering mengucapkan "Assalamualaikum" sambil tersenyum aneh dan menatap tajam justru melemahkan kesan seram yang seharusnya dimiliki karakter ini. Terlebih lagi, sebagian besar santri dalam cerita tampak tidak menyadari perilaku aneh Herlina, membuat elemen misterius terasa hanya ditujukan untuk penonton.

Durasi film yang relatif singkat, sekitar delapan puluh menit, membuat alurnya terasa tergesa-gesa. Film ini tampak seperti dibuat hanya untuk mengejar jadwal tayang, dengan eksekusi yang kurang matang. Adhisty Zara, meskipun namanya menonjol di poster, sayangnya tidak mampu memberikan performa yang maksimal. Perannya terasa terpinggirkan dan karakternya tampak terabaikan, seolah-olah hanya dimasukkan untuk menarik fans tanpa memberikan kedalaman karakter yang memadai.

Salah satu kritik utama terhadap "Munkar" adalah penggunaan jumpscare yang repetitif dan plot twist yang terasa dipaksakan. Usaha untuk menyajikan cerita yang berbeda justru terkesan tidak berhasil mengembangkan ide dengan baik. Pengarahan Anggy Umbara dan penulisan Evelyn Afnilia tampak malas, sehingga bahkan ekspresi creepy dari Safira Ratu Sofya tidak dimaksimalkan.

 

Kesimpulan

"Munkar" memiliki potensi untuk menjadi film horor yang menarik dengan tema pesantren dan perundungan. Namun, eksekusi yang terburu-buru dan penggambaran karakter yang kurang kuat membuat film ini terasa kurang memuaskan. Meski begitu, setiap penonton memiliki preferensi dan harapan yang berbeda terhadap film ini. Dengan segala kekurangannya, "Munkar" mungkin masih dapat dinikmati oleh penggemar horor yang mencari hiburan ringan.

Sebagai penonton dan pecinta film, kita memiliki hak untuk mengutarakan kesan dan pendapat kita. Kritik terhadap film ini seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi para pembuat film untuk terus meningkatkan kualitas perfilman Indonesia. Dukungan terhadap industri film lokal tetap penting, meski dengan catatan bahwa kritik konstruktif adalah bagian dari proses menuju kualitas yang lebih baik.

Dengan segala kekurangannya, saya memberikan skor 4,5/10 untuk "Munkar." Mari kita terus mendukung perfilman Indonesia dan berharap film-film berikutnya dapat menyajikan cerita yang lebih memikat dan berkualitas. Selamat menonton!

Post a Comment

Post a Comment